Selasa, 30 September 2014

Memaknai Sebuah Perhatian Kecil

Oleh: Iwan Mineslima

Belakangan ini, aku sudah berkali-kali alpa dalam daftar rutinitas mingguan yang biasa aku isi dengan membawa pulang oleh-oleh berupa “Makanan Ringan” yang biasa aku beli di sebuah pertigaan, setelah melakukan perjalan dari arah selatan.

Biasanya aku dengan jadwal dadakan dan dengan pakaian alakadarnya melakukan perjalanan itu. Ini juga lantaran perintah dadakan yang harus aku penuhi dari seseorang yang enggan menerima negosiasi dan enggan mengenal kata kompromi.
Aku tidak berani membantah. Pun juga memang harus aku akui dan bilang ke dia kalau aku menikmati dan selalu berharap perintah dadakan itu pada hari-hari berikutnya.

Sontak tawa menghiasi raut wajah yang kusam ini dikala ingat padanya dan juga celotehnya. Dia penuh perhatian termasuk ketika memperhatikan wajahku yang kusam oleh terik, dan jemari kaki yang tampak semakin gelap oleh debu yang hinggap sehabis melakukan perjalanan itu.

Aku maklum karena template kakiku memang tak jauh beda dari warna kulit wajahku, seiring keduanya tampak sangat kontras ketika aku berbaring di atas lantai putih dan bersih.

Kala itu dia memandangiku, lalu bertanya, “Kenapa tidak pake kaos kaki ki'?”, ditambah juga, “Sikat-sikat kaki' ta' kalo mandiki'!”.

Lalu ku tatap kakiku, sesekali menatap wajahnya dan tersenyum kecil. Aku baru saja mendapat nasehat sederhana dan perhatian kecil yang menjadi poin penting dalam keseharianku menjalani hidup.

Tolak ukur bagiku dalam memaknai sebuah perhatian. Oleh kalimat singkat dan sederhana itu seketika aku merasa begitu disayangi.

Ada atau tidakkah dalam benak kita untuk merenung sejenak menelusuri hal apa sajakah yang menjadi kurang dalam diri kita? Sejauh manakah kita bisa melihat dan menilai diri kita dengan kekurangan yang ada?

Sejak dulu benakku selalu diliputi oleh pertanyaan itu, namun kemudian semua terjawab dengan tuntas oleh hadirnya sosok seperti dia. Terima kasih banyak telah menjawab semua pertanyaan itu dalam benakku, yang tak pernah sama sekali ku ungkap sebelumnya.

Aku dan perhatian itu seketika merasa berada dalam posisi ideal sebagai salah satu makhluk Tuhan yang sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar