Kamis, 03 Juli 2014

Harapan Bahagia yang Tertunda


Ku duduk terpaku, seiring imajinasiku melambung tinggi dan kudapatilah gambaran khayal yang jelas tentang kehidupanku 6 tahun yang lalu, waktu itu aku masih duduk di bangku SMA. Sekolahku letaknya agak jauh dari rumah, sehingga mengharuskanku menumpangi angkutan umum agar tidak terlambat sampai di sekolah.

iwn.jpg
Camera : Nokia 6120c (B14.01)

Suatu ketika aku mengirim surat sakit ke sekolah, padahal waktu itu aku tidak sakit, kenapa aku harus berbohong? Karena aku sama sekali tidak punya uang ke sekolah. Jadi selama ketidak hadiranku di sekolah kugunakan mencari uang. Sabar dan sabar itulah kata yang akrab dipikiranku, aku tidak ingin sekolahku terbengkalai. Kalau pun aku punya uang itu tidak ku gunakan buat jajan di kantin, tapi ku simpan buat ongkos ke sekolah besok. Jadi biasanya aku makan di rumah, nanti pulang sekolah baru makan lagi. Sabar hanya itu yang bisa ku ucapkan.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ilahi rabbi, setelah 3 tahun mengenyam pendidikan, akhirnya aku bisa menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Namun langkahku terasa berat untuk bisa lanjut ke bangku kuliah. Mau dapat biaya darimana? Tanyaku dalam hati. Jadi waktu itu aku memutuskan untuk bekerja, mencari lowongan kerja yang mau menerima ijazah terakhir SMA. Secara hampir bersamaan, tiba-tiba aku mendapat peluang bekerja disalah satu perusahaan swasta di kota Makassar. Informasi ini kudapat melalui keluarga yang tinggal di sana. Aku menerima loker tersebut dengan harapan bisa mengumpulkan biaya sedikit demi sedikit buat kuliah nanti.

Akhirnya aku pun pamit sama ibu, jujur aku juga merasa berat meninggalkan ibu dan kampung halamanku, tetapi ini demi masa depanku dan demi kebahagiaan ibu juga tentunya. Akhirnya, aku berangkat ke Makassar, mencoba menyapa kehidupan kota yang asing bagiku.

Aku menumpang di rumah keluarga. Kini Makassar merupakan lingkungan baru bagiku. Suasana baru dengan kebisingannya, hal yang tidak pernah kurasakan di kampung.

Aku mulai mengumpulkan berkas sesuai persyaratan yang diminta oleh perusahaan yang bersangkutan. Setelah semuanya lengkap, akhirnya berkas surat lamaran siap disetor. Berkas lamarannya ku serahkan kepada keluarga. Dia yang akan memberikan berkas tersebut kepada temannya yang kebetulan punya jabatan penting di DEPNAKER. Entahlah apa namanya? Setelah semuanya rampung, aku tinggal menunggu panggilan.

Beberapa hari menunggu, akhirnya akupun dipanggil untuk mengikuti tes wawancara, dan Alhamdulillah hasilnya aku diterima. Hari itu aku sangat gembira. Namun, sebelum penanda tanganan perjanjian kontrak kerja, aku harus ditraining dulu selama 2 minggu di perusahaan tersebut. Iya, aku pun menyetujui semua persyaratannya. Alhamdulillah, gumamku dalam hati sembari tersenyum.

Ke esokan harinya dengan kemeja putih polos, dan celana kain hitam aku menuju tempat kerja perusahaan dimana aku akan diterima bekerja dengan catatan harus melaksanakan training dulu selama 2 minggu. Begitu semangat rasanya aku bekerja, dengan harapan ingin membahagiakan ibu di kampung, ku ingin membuatnya bangga memiliki anak seperti diriku.

Ku ingat kembali rutinitasku waktu masih di SMA dulu, yakni sarapan sebelum berangkat, dan nanti pulang kerja baru makan lagi. Sesekali aku membawa bekal ke tempat kerja, dengan maksud lebih menghemat biaya. Semakin hari, akhirnya aku merasa semakin banyak tahu, dan semakin hari isi kantong pun semakin menipis. Namun, itu tidak kujadikan beban pikiran meskipun kerap mengganggu selama training berlangsung.

Insyaa Allah jika aku menjadi karayawan kontrak nanti, dengan gaji yang aku terima, aku pasti bisa makan enak, tidak seperti hari ini. Catatan kecil yang masuk dalam daftar anganku jika betul-betul aku di terima nanti.

Pulang pergi dari rumah ke tempat kerja, itulah kegiatan rutinku selama seminggu terakhir ini. Andaikan ibu bisa melihatku pasti beliau bangga, aku hanya bisa tersenyum membayangkan itu semua. Semua akan indah pada waktunya. Kembali aku menghibur diri sendiri.

Belakangan ini disela-sela aktivitas kerja, aku melihat ada seseorang yang mengenakan pakaian mirip sepertiku. Mungkin anak baru, yang ikut training juga, itu fikirku. 1 minggu lebih aku bekerja, sisa satu hari lagi hingga pada akhirnya nanti aku akan menanda tangani perjanjian kontrak kerja di perusahaan tersebut. Pagi itu managerku memberitahukan kalau besok, aku harus pergi ke kantor cabang untuk mengambil pakaian seragam.

Wau, pakaian seragam. Tidak sabar ingin cepat-cepat punya pakaian seragam. Andaikan waktu bisa dipercepat, hari itu rasanya aku ingin memutar waktu seperti memutar jarum jam di tangan.

Semakin semangat bekerja, itulah aku pada hari itu. Senyum manis senantiasa menghiasi wajahku, pokoknya pagi ini aku bahagia. Oh ibu, trainingku hampir selesai.

Pagi itu aku ingin sekali memberitahukan kabar ini kepada ibu, tetapi mau lewat apa? Aku belum punya handphone. Pokoknya sabar sajalah, tinggal selangkah lagi.

Hari menjelang Dzuhur. Akhirnya, manager memanggilku ke kantor, ditengah aktivitas bekerja ku hentikan demi memenuhi panggilan pak manager. Dengan sedikit mempercepat langkah, aku menuju ke kantor pak manager.

Yes, akhirnya aku akan menjadi karyawan kontrak di perusahaan ini, pikirku sambil tersenyum. setibaku di pintu kantor, managerku mempersilahkan masuk. Memberikan kursi, dan mempersilahkan aku duduk.

Aku duduk, menununggu intruksi manager selanjutnya. Pasti akan membahas mengenai baju seragam yang tadi pagi, gumamku dalam hati sambil tersenyum. Cukup lama juga menunggu sebelum dia memulai pembicaraan, sehingga pada akhirnya dia berkata,"mata kamu mines ya?". Aku menjawab," iya pak". Manajer : "kalau malam hari, penglihatan kamu jelas?". Aku : "Iya pak".

Perasaanku mulai tidak tenang dengan pertanyaan pak manager,senyumku pun mulai surut. Mulutku bungkam, aku hanya bisa terdiam dan bertanya dalam hati. Ada apa gerangan? Kenapa tiba-tiba, aku ditanya seperti itu? Ini tidak ada hubungannya mengenai baju seragam kerja yang dibahas tadi pagi, ini sungguh diluar dugaanku.

Disela-sela diamku tiba-tiba managerku kembali angkat bicara dan berkata, "Begini, saya dapat informasi dari cabang kalau kamu diISTIRAHATkan, kamu tidak usah masuk kerja besok." Dengan tatapan layu, ku hanya bisa menjawab dan bertanya, "Iya pak. Tapi kenapa aku diISTIRAHATkan?" Managerku kembali menjawab, "ini adalah keputusan dari pihak cabang, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kemungkinan besar ini adalah karena mata kamu mines. Jadi mereka tidak mempercayakan kamu untuk bekerja diperusahaan ini. Maafkan saya tidak bisa membantumu"

Rasanya aku ingin berteriak mendengar kalimat-kalimat pak manager. Kenapa mereka setega itu padaku? Kenapa mereka membodohiku? Beginikah kehidupan kota besar? Apakah anak training yang baru masuk itu dipersiapkan untuk menggantikanku? Tanyaku dalam hati.

Aku tidak tahan berlama-lama di kantor itu, aku segera pamit sama pak manager. Menyalami dan angkat kaki pulang. Mataku berkaca-kaca meninggalkan tempat kerja yang gagal mewujudkan impianku. Teman-teman sekerja tidak tahu hal ini, jadi mereka bingung ketika aku pulang lebih awal. Selamat tinggal semua, harapanku tidak disini. Aku tidak sanggup menoleh ke belakang, ku usap air mataku yang sejak tadi ingin menetes lalu bergegas naik angkutan umum menuju jurusan Daya'.

Aku malu dan iba pada diriku sendiri, pada keluarga di kampung. Ibu, maafkan anakmu karena belum bisa membanggakanmu.

Insyaa Allah aku akan tetap berjuang walaupun hari ini aku kalah. Patah hati dan kecewa, tidak dapat kuhindari. Tetapi bagiku rasa sakit dan kecewa ini mungkin adalah ujian dari Tuhanku agar aku bisa lebih tegar dan dewasa menghadapi kerasnya hidup. Ya sudahlah, tidak ada keberhasilan tanpa kegagalan yang mendahului, tidak ada yang salah pada diriku yang berkaca mata mines ini. Keep positif thinking, ungkapku menghibur diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar